BKSDA JAMBI BERHASIL OBATI ANAK GAJAH YANG TERLUKA
Tanjabbar 7 Januari
2021. Upaya-upaya pelestarian satwa liar terus dilakukan. Salah satu nya dengan
melakukan penanganan konflik satwa liar seperti penggiringan satwa, tindakan
medis terhadap luka satwa dan lainnya. Bekerjasama dengan FZS, Drh. Zulmanudin
dari Pemerintah Kabupaten Batanghari, Tim Balai Konservasi Sumber Daya Alam
(BKSDA) Jambi berhasil melakukan penanganan satwa gajah korban konflik di areal
hutan produksi Kecamatan Renah Mendaluh, Kabupaten Tanjung Jabung Barat.
Sebelumnya, seekor anak gajah telah terpisah serta tertinggal dari kelompoknya
dengan kondisi kaki terluka akibat terlilit tali di Desa Lubuk Kambing.
Mengetahui hal tersebut, warga merekam anak gajah yang terluka melalui telepon
genggam yang kemudian melaporkannya kepada petugas. Atas laporan warga, tim
gabungan melakukan upaya pengobatan pada gajah betina tersebut.
Usaha pengobatan
gajah dimulai pada pagi hari dengan melakukan tracking untuk mengetahui posisi
anak gajah yang sedang terluka. Setelah diketahui posisi anak gajah yang
terluka tersebut, tim medis melakukan upaya pembiusan menggunakan tulup dan
berhasil melaksanakan tindakan medis terhadap anak gajah sekitar pukul 14.00
WIB. Adapun luka di kaki anak gajah telah mengalami infeksi dan masih terdapat
tali yang masih melilit kaki di posisi luka.
Setelah dilakukan
penanganan medis, anak gajah berusia 5 tahun ini diberikan antidot untuk
memulihkan kesadarannya. Setelah siuman, anak gajah mulai berjalan meninggalkan
lokasi dilakukannya pengobatan yang dilanjutkan memonitoring keadaan gajah di
hari berikutnya. “Alhamdulillah, proses penanganan medis oleh dokter hewan
BKSDA Jambi yaitu Drh. Yuli Akmal bekerjasama Drh. Zulmanudin beserta tim
gabungan berlangsung lancar dan kondisi gajah pasca pengobatan sehat. Kondisi
gajah akan selalu dipantau sampai kembali bergabung bersama kelompoknya.” Ujar
Faried, SP, Kepala Seksi Konservasi Wilayah (SKW) III BKSDA Jambi yang turut
serta dalam proses tindakan medis pada gajah.
Gajah sumatera
(Elephas maximus sumatranus) adalah subspesies dari gajah Asia yang hanya
berhabitat di Pulau Sumatera. Gajah sumatera berpostur lebih kecil daripada
subspesies gajah india. Gajah memberikan kontribusi yang cukup bermanfaat bagi
alam. Bagi hutan atau alam, kotoran gajah nantinya akan menyuburkan pepohonan
dan tumbuhan serta penyebaran bijinya juga dilakukan oleh gajah. Gajah memakan
biji-bijian yang kemudian ia buang dalam kotoran ke berbagai tempat yang
dilewatinya. Setelah diolah oleh sistem pencernaan, biji-bijian yang jatuh ke
tanah itupun seakan langsung disuburkan oleh kotoran alami tadi sehingga tumbuh
lebih cepat. Namun, Populasinya semakin menurun dan menjadi spesies yang sangat
terancam. Sekitar 2000 sampai 2700 ekor gajah sumatera yang tersisa di alam
liar. International Union for Conservation of Nature (IUCN) menggolongkan gajah
Sumatera sebagai species critically endangered.
Kepala Balai KSDA Jambi,
Bapak Rahmad Saleh., S.Hut., M,Si saat dikonfirmasi mengatakan bahwa “Dengan
adanya kerjasama BKSDA Jambi dengan perusahaan dalam upaya penyelamatan dan
perawatan satwa liar, kedepannya kami berharap upaya penyelamatan dan
pelestarian satwa dapat terlaksana dengan baik dimana hal ini merupakan
tanggung jawab kita sebagai sesama mahluk ciptaan Allah Subhanahu wa Taala,
sesuai dengan surah al-Anbiya ayat 107 yang berbunyi, “Dan tiadalah Kami
mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.” Menutup
pernyataannya.